Ketika Santri Merayu
Sayang… Aku tak akan pernah berubah bagai alif maksurah dan mabni yang tidak akan menerima I’rab dalam berbagai keadaan.
Aku takut suatu ketika kamu menjadi alif layyinah, ketika kau bertemu yang lain yang membuatmu bahagia, merasa sesuai dengannya dan kamu akan merubah dirimu menjadi marfu’, mansub, majrur, ataupun majzum. Ketika itu kau akan membuka hatimu untuknya hmmmmmm
Namun aku akan tetap menjadi mubtada’ dan kau khabar-nya, aku suka menjadi fi’il dan kau fa’il-nya, hanya saja dalam keadaan tertentu kita tidak selalu berdampingan kan ??. Kadang-kadang aku pergi, begitu pula kadang-kadang kau yang pergi, seandainya muncul naibul fa’il.
Janganlah pernah ada kecurigaan karena Kecurigaan itu bagiku seperti inna wa akhowatuha yang merusakkan mubtada’ (isim inna) yang tadinya marfu’ menjadi mansub.
Dan akupun tidak mau hari-hariku didera kecurigaan dan perasaan was-was padamu, aku yakin hatiku akan tetap memihak padamu jika kecurigaan itu selalu menghantuiku. Seperti apa yang dilakukan oleh kana wa akhowatuha, merusakkan khabar mubtada’ (khabar kana) yang tadinya marfu’ menjadi mansub. Dan akhirnya kita saling mencurigai, dan tak ada lagi kepercayaan di hati masing-masing. Membiarkan kecurigaan berpaut pada hubungan ini sampai pada akhirnya tidak ada yang tinggal …
Walau sedikit harapan.
Aku juga tidak mau nasibku seperti huruf illat yang sering dibuang dalam sebuah kalimat kalau sudah tidak diperlukan.
Aku tak tahu adakah Imam Sibawaih pernah begini atau tidak, jika beliau pernah begini, mungkin saja ada I’rob yang dapat meretakkan hubungan kita sekarang… 😀
_____________________________
*Courtesy: FB A. Nawas